Jakarta, UKN.
Banyak beredar di berita media
massa selama ini, yang menyatakan bahwa BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) Kesehatan selalu merugi. Sehingga
perlu bantuan Pemerintah untuk menangani masalah tersebut. Hal ini menimbulkan pernyataan di banyak kalangan masyarakat. Mengapa Bisa Rugi, padahal, selain menerima iuran dari masyarakat penerima upah maupun iuaran dari masyarakat yang bukan penerima upah, BPJS kesehatan juga menerima dana PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari Pemerintah kabupaten / kota yang diperuntukan bagi masyarakat yang miskin. Tetapi BPJS tetap merugi. Apakah memang jumlah orang yang sakit dan menggunanakan fasilitas BPJS itu melonjak sekian kali lipat, sehingga BPJS deficit anggaran atau bagaimana. Masih banyak pertanyaan – pertanyaan lain yang muncul di masyarakat akibat deficit tersebut. Hal ini membuat salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Indonetsia Corruptions Watch tertarik untuk mengetahui dan mengkajinya.
perlu bantuan Pemerintah untuk menangani masalah tersebut. Hal ini menimbulkan pernyataan di banyak kalangan masyarakat. Mengapa Bisa Rugi, padahal, selain menerima iuran dari masyarakat penerima upah maupun iuaran dari masyarakat yang bukan penerima upah, BPJS kesehatan juga menerima dana PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari Pemerintah kabupaten / kota yang diperuntukan bagi masyarakat yang miskin. Tetapi BPJS tetap merugi. Apakah memang jumlah orang yang sakit dan menggunanakan fasilitas BPJS itu melonjak sekian kali lipat, sehingga BPJS deficit anggaran atau bagaimana. Masih banyak pertanyaan – pertanyaan lain yang muncul di masyarakat akibat deficit tersebut. Hal ini membuat salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Indonetsia Corruptions Watch tertarik untuk mengetahui dan mengkajinya.
Untuk dapat mengetahui secara
detail mengenai kerugian tersebut, hal yang paling utama adalah menganalisa
jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran. Masalahnya adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat tidak mempunyai kapasitas untuk Mengawasi Keuangan lembaga BPJS
tersebut. Tapi hal tersebut bukan menjadi masalah bagi LSM, karena urusan pengawasan
dan audit lembaga BPJS ada pada Badan Pengawassn Keuangan dan Pembangunan RI.
Karena itu semua orang dan tersemasuk ICW dapat memintah hasil pengawasn berupa
audit keuangan BPJS tersebut kepada BPKP dengan cara yang telah ditentukan oleh
Undang-undang dan peraturan yang berlaku. Tetapi masalahnya Pihak BPKP tidak
mau memberikan hasil audit tersebut dengan alasan audit tersebut adalah
informasi yang tertutup untuk public. Sehingga menimbulkan sengketa informasi.
Dilansir dari laman, Komisi Informasi Pusat RI di
ketahui bahwa, MK KI Pusat memutuskan informasi
hasil audit dana BPJS Kesehatan oleh BPKP yang telah disampaikan ke Komisi IX
DPR RI 2019 adalah informasi terbuka. Dan memerintahkan termohon (BPKP RI) untuk menyerahkan informasi tersebut ke
pemohon (ICW). Persidangan dengan agenda pembacaan putusan itu dipimpin Ketua
Majelis Komisioner (MK) KI Pusat Cecep Suryadi merangkap anggota bersama
Romanus Ndau Lendong dan Arif A Kuswardono didampingi Panitera Pengganti (PP)
Indra Hasby di ruang sidang lantai 1 Sekretariat KI Pusat Wisma BSG Jakarta,
Selasa (03/03/2020).
Setelah pembacaan putusan maka
sengketa informasi dengan register 005/I/KIP-PS/2019 antara Pemohon Egi
Primayoga (ICW) terhadap Termohon Badan Publik (BP) Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) RI dianggap selesai. Meski demikian, putusan ini
dinyatakan inkrah berkekuatan hukum tetap jika dalam 14 hari setelah putusan
diberikan, para pihak tidak malakukan upaya hukum lanjutan ke PTUN.
Adapun informasi yang diminta pemohon adalah hasil
audit BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan yang dilakukan
Termohon BPKP tahun 2014 hingga 2018. Hasil audit tersebut akan dijadikan bahan
kajian ICW untuk mencermati efektifitas penggunaan dana BPJS Kesehatan yang
telah mendapatkan talangan dana besar dari Kemenkeu RI karena ditemukan
sejumlah kasus penyelewengan dana BPJS, diantaranya melibatkan 3 Kepala
Puskesmas, 1 Bupati, dan 5 Kepala Dinas Kesehatan. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment