PERAN DAN FUNGSI LSM ANTI
KORUPSI
Obrolan Kito
Dewasa
ini banyak sekali masyarakat yang menjadi aktivitis LSM yang perduli terhadap pemberantasan
korupsi di Indonesia. Tapi keberadaan mereka
sering dianggap sebelah mata oleh
masyarakat. Bahkan ada sebagian masyarakat yang beranggapan negative terhadapa
aktivitas mereka. Padahal aktivitas Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut (LSM)
sangat dibutuhkan oleh Negara untuk mengawasi peran aparatur Negara agar tidak
terjebak dalam tindak pidana yang dapat merugikan keuangan negara yang kita
cintai ini.
Tugas
aktivis itu hanya sebatas mengawasi / memantau serta mendokumentasikan kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh aparatur Negara dan memberi saran serta melaporkan hasil
temuan mereka kepada pihak yang berwenang ataupun kepada aparat penegak hukum. Dengan
harapan agar kegiatan pembangunan tersebut sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang ada sehingga pelaksanaan pembangunan tersebut tidak merugikan Negara.
Kerena
pentingnya pengawasan terhadap program pembangunan, maka Negara memintah masyarakat
dan atau kelompok masyarakat (LSM) untuk berperan serta dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permintaan tersebut diwujudkan dalam
Undang-Undang.
BACA JUGA :
Mari Mengenal Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang
yang mengatur tentang peran serta masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam Pasal
41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. dan pada tahun 2018
yang lalu telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43
tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan
ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Sejak
dicabutnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3995).
Pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2018
tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai penggantinya.
Dalam
PP no 43 tahun 2018 ini diatur juga
tentang tata cara pemberian penghargaan
kepada masyarakat dan atau LSM yang berjasa membantu upaya pencegahan,
pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.
Penghargaan
tersebut dapat berbentuk piagam dan atau premi yang diberikan kepada yaitu :
1. Masyarakat atau LSM yang secara
aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana
korupsi atau
2. Pelapor tindak pidana korupsi.
Besaran premi
yang diberikan sebesar 2 permil dari kerugian Negara yang dikembalikan kepada
Negara atau paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)
Dalam hal tindak
pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil)
dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan atau
paling banyak Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah)
Selain
penghargaan kepada masyarakat, LSM dan atau pelapor, peraturan ini juga memberikan
hak kepada masyarakat dan atau LSM untuk :
1. mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
2. untuk memperoleh pelayanan
dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi;
3. hak untuk menyampaikan saran
dan pendapat secara bertanggung jawab kepada Penegak Hukum yang menangani
perkara tindak pidana korupsi;
4. hak untuk memperoleh jawaban
atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum; dan
5. hak untuk memperoleh
pelindungan hukum.
Hak tersebut
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, norma agama,
dan norma sosial.
Jadi, masyarakat
dan atau LSM dapat memberikan informasi mengenai adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi kepada :
1. pejabat yang berwenang pada
badan publik; dan/atau
2. Penegak Hukum.
Pemberian
informasi kepada Penegak Hukum dilakukan dengan membuat laporan. Laporan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun
nonelektronik. Dalam hal laporan disampaikan secara lisan, Penegak Hukum atau
petugas yang berwenang wajib mencatat laporan secara tertulis. Dan Laporan wajib ditandatangani Pelapor dan
Penegak Hukum atau petugas yang berwenang.
Laporan
harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa fotokopi kartu
tanda penduduk atau identitas diri yang lain dan dokumen atau keterangan yang
terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.
Setelah
menerima laporan,Penegak Hukum wajib melakukan pemeriksaan terhadap laporan
tersebut secara administratif dan substantif. Pemeriksaan dilakukan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan diterimanya laporan.
Dalam
proses pemeriksaan substantif sebagaimana, Penegak Hukum dapat meminta
keterangan dari Pelapor. Pemberian keterangan oleh Pelapor dapat disampaikan
secara lisan dan/atau tertulis. Dalam hal Pelapor tidak memberikan keterangan,
tindak lanjut laporan ditentukan oleh Penegak Hukum.
Selain
membuat laporan Masyarakat dan atau LSM dapat juga menyampaikan saran dan
pendapat kepada Penegak Hukum mengenai penanganan perkara tindak pidana
korupsi. Saran dan pendapat dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik
melalui media elektronik maupun nonelektronik.
Dalam
hal saran dan pendapat disampaikan secara lisan, Penegak Hukum wajib mencatat
saran dan pendapat secara tertulis. Saran dan pendapat sebagaimana wajib
ditandatangani oleh pihak yang menyampaikan saran dan pendapat serta Penegak
Hukum.
Saran dan
pendapat paling sedikit memuat:
1. identitas diri yang disertai
dengan dokumen pendukung; dan
2. saran dan pendapat mengenai
penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Lebih
lanjut pada peraturan ini juga diatur tentang perlindungan hukum kepada masyarakat /
LSM yang melaksanakan peran sertanya
dalam Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta peran sertanya
pada proses penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
sebagai pelapor, saksi atau ahli.
Inilah
payung hukum dari masyarakat dan atau LSM yang ingin turut berperan serta dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Jadi bila ingin menjadi
aktivis, harus memahami dulu paying hukum aktivis agar kita tidak terjebak
dalam lingkaran tindak pidana korupsi itu sendiri.
2 komentar:
mantaaap bro
Mantab ya bro ???
Post a Comment