Hari
Pendidikan Nasional 2019
By
: Ismail Marzuki
Obrolan kito
Hari
Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan
hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang
dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar
Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda,
ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia
Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran
Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Hari
nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember
1959.
Kritiknya
terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda,
dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah
kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri
pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri
handayani (di belakang memberi dorongan), digunakan sebagai semboyan dalam
dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959.
Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah
Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Meskipun
bukan hari libur nasional, Hari Pendidikan Nasional dirayakan secara
luas di Indonesia. Perayaannya biasanya ditandai dengan
pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,
dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato
bertema pendidikan oleh pejabat terkait.
Sejarah
Hari Pendidikan Nasional memang tidak bisa lepas dari sosok dan perjuangan Ki
Hadjar Dewantara, sang pelopor pendidikan bagi rakyat Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda.
Ki
Hadjar Dewantara dengan nama asli R.M. Suwardi Suryaningrat lahir di
Yogyakarta tepatnya pada tanggal 2 Mei 1889. Atas jasa-jasanya dalam
perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Beliau dianugerahi gelar Bapak
Pendidikan Nasional pada tahun 1959.
Setelah
menyelesaikan pendidikan dasar, beliau mengenyam pendidikan di STOVIA, namun
tidak dapat menyelesaikannya karena sakit. Akhirnya, beliau bekerja menjadi
seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan
Hindia, dan Kaum Muda.
Selama era kolonialisme Belanda, beliau
dikenal berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada
masa itu, yang mana hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau kaum
priyayi yang bisa mengenyam bangku pendidikan.
Kritiknya
terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan beliau diasingkan ke Belanda
bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Ketiga
tokoh ini kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai".
Setelah
kembali ke Indonesia, beliau kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan
National Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Ki
Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu beliau terapkan dalam sistem
pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi "ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani".
Arti
dari semboyan tersebut adalah: Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang
pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya
Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa
dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa
memberikan dorongan dan arahan), Hingga sampai detik ini, semboyan pendidikan
Ki Hadjar Dewantara tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia
dan terus digunakan dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia.
Dalam
memperingati Taman Siswa ke-30 Tahun, Ki Hadjar Dewantara mengatakan,
"Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir,
yaitu jangan selalu 'dipelopori', atau disuruh mengakui buah pikiran orang
lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan
dengan menggunakan pikirannya sendiri."
Maksud dari pernyataan Ki
Hadjar Dewantara tersebut adalah menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari
sebuah proses pendidikan, yaitu "agar anak-anak berpikir sendiri".
Dengan begitu, mereka menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan
dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di
depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya. (diambil dari
berbagai sumber)
0 komentar:
Post a Comment